Subjekdalam penelitian ini adalah puisi Derai-Derai Cemara karya Chairil Anwar yang diterbitkan ulang oleh Gramedia pada tahun 2011 dalam antologi setebal 131 halaman. Objek dalam penelitian ini adalah absurditas yang meliputi manusia dan penderitaan, manusia dan tanggung jawab, manusia dan keterasingan, serta manusia dan harapan (Utami, 2018: 4).

“Yang fana adalah waktu, kita abadi” Apakah “kita” benar-benar kita sebagai manusia?Puisi “Yang Fana adalah Waktu” adalah puisi dari goresan tangan Eyang Sapardi Djoko Damono yang bertengger di antara 101 puisi lainnya di dalam buku antologi sajak Hujan Bulan Juni. Buku dengan sampul bercorak daun kering kekuningan dengan latar belakang rintik hujan ini seakan mempunyai daya pikat puisi "Yang Fana adalah Waktu" karya Sapardi Djoko Damono. Diabadikan menggunakan ponsel dalam puisi “Yang Fana adalah Waktu”, Eyang Sapardi berusaha untuk mengingatkan manusia akan betapa pentingnya waktu yang kita miliki di dunia. Kesempatan dari Tuhan untuk hidup dengan menikmati segala ciptaan-Nya jangan dibuang samping itu, Eyang Sapardi juga berusaha menggiring pembacanya untuk terus melahirkan sesuatu dari si “kita” yang tertera di larik puisinya. Si “kita” harus terus dilahirkan, kemudian dirangkai menjadi sesuatu yang memiliki manfaat untuk membeli buku antologi versi hardcover. Dibeli tahun 2018 di Gramedia yang cukup jauh dari rumah. Perlu kendaraan roda dua dengan durasi 40 menit untuk sampai ke dari 7 baris dengan dialog singkat di dalamnya. Puisi “Yang Fana adalah Waktu” mungkin akan menimbulkan banyak perspektif dari tiap pembaca. Salah satunya saya yang akan mencoba menyampaikan makna dari perspektif yang saya punya. Tentu, semua pembaca dapat berpendapat. Termasuk kamu. Isi kepala orang tidak akan buku antologi sepilihan sajak Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono. Diabadikan menggunakan ponsel Sapardi memang tidak pernah gagal membuat saya tidak duduk tenang menikmati karyanya. Sewaktu membaca puisi-puisi miliknya, otak yang semula hanya ingin menikmati, mendadak ingin berpikir dua dari baris pertama “Yang fana adalah waktu. Kita abadi” Saat pertama kali membacanya, saya langsung terfokus pada kata “kita”. Siapa yang dimaksud “kita”? Manusia? Benda? Atau objek apa?Kemudian, saya berspekulasi bahwa kata “kita” di sana ialah ide. Ide lahir dari kepekaan rasa. Ide membuat seseorang terus hidup dan bermakna. Dia abadi. Saat pemiliknya sudah tiada, ide-ide yang lahir tetap akan tinggal dan berkelana sedangkan waktu, sifatnya fana. Dia akan berakhir entah kapan ke baris kedua “memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga”. Larik dalam baris ini benar-benar membius ketika saya membacanya. Penyusunan kata demi kata sangat tertata dengan apik. Saya berpikir bahwa Eyang Sapardi di dalam baris tersebut ingin mengajak kita sebagai manusia untuk terus berkreativitas, menciptakan karya-karya keren, dan bermanfaat bagi manusia lain. Hidup di dunia tiada guna kalau tidak menciptakan apa-apa dan bermanfaat positif untuk orang dalam baris itu juga dipertegas bila tiap detik dari yang kita miliki harus dimanfaatkan dengan baik. Harus diambil dan mencari banyak peluang sehingga dapat mencipta sesuatu yang bermanfaat, seperti saat kita merangkai suatu bunga. Indah. Banyak orang yang ke baris ketiga dan keempat “Sampai pada suatu hari, kita lupa untuk apa”. Lagi-lagi, bola mata saya tidak bisa diam. Melirik-lirik baris sebelumnya sambil berpikir keras makna dari puisi ini apa sebenarnya. Namun, yang ada di isi kepala saya hanya, “Oh, kedua baris ini bermaksud bahwa ide yang kita gagas sampai lupa, dahulu dibuat pemiliknya untuk apa dan mengapa dilahirkan”.Ide memang bisa muncul dari perilaku-perilaku dan hal-hal sepele dalam gejala kehidupan sehari-hari, bukan? Ada yang saat menggoreng telur mata sapi, bermimpi untuk memiliki ternak ayam di kampung halaman. Ada yang saat menangis di pukul sebelas malam, terpikir untuk membuat buku novel tebal dengan alur cerita romance dengan akhir mengenaskan. Iya, biar sama seperti ide. Tidak bisa direncanakan kapan lahirnya. Besok atau sekarang, lusa atau pekan depan, bisa saja tiba-tiba baris kelima hingga terakhir –baris ketujuh— berbunyi “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu. "Kita abadi". Saat membaca baris kelima hingga ketujuh ini, rasanya, saya langsung, “Wah, apa lagi ini?”. Di pikiran saya, Eyang Sapardi seakan kembali mempertegas akan waktu yang sifatnya sementara dan tidak akan pada kata “fana” yang kalau dilihat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI mempunyai arti “dapat rusak”, “hilang”, “mati”, “tidak kekal”. Dengan halus, SDD –Sapardi Djoko Damono—kembali mengingatkan bahwa waktu sifatnya tidak pernah lama. Dia akan musnah. Dia akan pendapatmu, "kita" di sana bermakna apa?

Alegoriadalah sebuah kiasan suatu keadaan dalam realitas yang membandingkan antara fiksi di dalam puisi maupun kehidupan di dunia nyata. Walaupun alegori banyak bermunculan di puisi-puisi Generasi Balai Pustaka dan Pujangga Baru, tetapi H.B. Jassin pernah mencetuskan Angkatan 66 yang mana di masa itu gerakan politik sangat penting di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Analisis terhadap suatu karya sastra bertujuan untuk mengetahui makna apa yang disampaikan oleh si pengarang kepada pembacanya. Sebuah karya sastra lazimnya mengandung makna-makna yang belum dimengerti pembaca. Namun, dengan adanya penganalisisan akan membuat pembaca memahami maksud kepenulisannya. Pada makalah ini penulis akan menganalisis sebuah karya sastra dengan pendekatan stilistika. Terlebih dahulu stilistika itu sendiri adalah sebuah style atau gaya dalam kepenulisan karya, yang dimaksudkan untuk menjadikan sebuah karya tersebut memiliki gaya dan keindahan. Oleh sebab itu, penulis menganalisis salah satu puisi Sapardi Djoko Damono yang berjudul “yang fana adalah waktu”. Penulis tertarik menganalisis puisi ini karena pengarang menyamakan sebuah keabadian antara manusia dengan waktu. Disisi lain Sapardi menyebut bahwa waktulah yang benar-benar abadi. BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Stilistika Stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa didalam karya sastra Abram dalam Al-Ma’ruf, 2009 10. Stilistika adalah proses menganalisis karya sastra dengan mengkaji unsur-unsur bahasa sebagai medium karya sastra yang dugunakan sastrawan sehingga terlihat bagaimana perlakuan sastrawan terhadap bahasa dalam rangka menuangkan gagasannya. Ratna dalam Al-Ma’ruf, 2009 10 menyatakan, stilistika merupakan ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra, dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya. pada kamis, 24 maret 2016 pukul 0404 WIB Sedangkan menurut Keraf 2005 Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retrorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah. Jadi, stilistika merupakan sebuah style atau gaya yang digunakan pengarang sebuah sastra dalam mencipta karya sehingga sebuah karya selain memiliki makna juga memiliki keindahan tersendiri. 2. Analisis puisi "Yang fana adalah waktu" karya Sapardi Djoko Damono. "Yang fana adalah waktu" Karya Sapardi Djoko Damono Yang fana adalah waktu Kita abadi Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga Sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi. Pada puisi pengarang menyatakan bahwa ada seseorang yang menyebut bahwa waktu itu fana, sedangkan manusia itu abadi. Hal ini sangat bertentangan dengan kenyataan yang sesungguhnya. Sebelum itu, kita harus memahami terlebih dahulu makna fana dan abadi. Fana merupakan segala sesuatu itu dapat hilang dan idak dapat bertahan lama atau juga dimaksudkan bahwa tidak kekal. Sedangkan, abadi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah kekal dan tidak berkesudahan. Karena secara logika yang namanya makhluk tak ada yang abadi dan yang abadi adalah waktu. Sapardi membawa kita untuk menyadari bahwa sekarang ini manusia hanya menganggap dirinya masing-masinglah yang abadi. Pada puisi ini juga terdapat gaya bahasa berupa kiasan. Dikutip dari sebuah blog, dikatakan bahwa bahasa kias majas atau figurative language merupakan bahasa yang susunan dan arti katanya sengaja disimpangkan dari susunan dan arti semula. Itu bisa dilakukan dengan cara memanfaatkan pertautan, perbandingan atau pertentangan hal satu dengan hal lain, yang maknanya sudah dikenal oleh pembaca. diunduh pada Kamis, 24 Maret 2016 pukul 0437 WIB Menurut Keraf 2005 136 menyatakan bahwa gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut. Perbandingan sebenarnya mengandung dua pengertian, yaitu perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa yang polos atau langsung, dan perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Perbedaan antara kedua perbandinan ini adalah dalam hal kelasnya. Perbandingan biasa mencakup dua anggota yang termasuk dalam kelas yang sama, sedangkan perbandingan kedua, sebagai bahasa kiasan , mencakup dua hal yang termasuk dalam kelas yang berlainan. 1. Metafora Gaya bahasa kiasan yang digunakan adalah gaya bahasa metafora yang membandingkan sesuatu secara lansung. Sapardi berusaha membandingkan antara manusia dengan waktu yang sebenarnya kedua hal tersebut tidak sama. Yang fana adalah waktu Kita abadi Pada baris puisi tersebut tampak bahwa “waktu” merupakan yang fana dibandingkan dengan “kita” yang abadi. Padahal keduannya sangat bertentangan dengan seharusnya. Sapardi bermaksud bahwa manusia saat ini lupa akan hakikat dirinya. Menganggap dirinya abadi dan lupa kodratnya sebagai makhluk. Bahkan lupa bahwa waktulah sebenarnya yang abadi. 2. Smile Bahasa kias yang membandingkan dua hal atau lebih yang hakikatnya berbeda, tetapi dianggap mengandung segi yang serupa. Keserupaan itu dinyatakan secara tersurat dengan kata bagai, sebagai, bak, semisal, seperti, ibarat, seumpama, laksana dan sebagainya. diunduh pada Kamis, 24 Maret 2016 pukul 0456 WIB Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga Pada baris ini ada sebuah gaya bahasa berupa simile. Kata “seperti” digunakan untuk membandingkan antara “detik” yang serupa dengan “bunga” yang sebenarnya keduannya tidak memiliki hubungan. Sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi. Bait berikutnya juga menegaskan lagi bahwa manusia saat ini benar-benar lupa akan kodratnya. Jika dikaitkan dengan agama mereka hanya berlomba-lomba mencari kesenangan atau kenikmatan dunia tanpa memikirkan untuk apa semua hal itu ia lakukan. Mereka berfikir hidup itu masih lama dan perjalanan itu masih panjang. Mereka tidak memikirkan akhir dari kisah mereka masing-masing. Sekali lagi dalam puisi ini pada bait terakhirnya, ditegaskan bahwa merekalah yang benar-benar abadi, sedangkan waktu hanyalah sesuatu yang fana. Itulah beberapa ulasan puisi “Yang Fana adalah Waktu” dengan tinjauan stilistika. Kita disadarkan oleh makna-makna tersirat di dalamnya. Bahwasanya tak ada yang abadi di dunia ini kecuali waktu. Karena kita sebagai makhluk tuhan akan kembali ke asalnya. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Puisi “Yang Fana adalah Waktu” menyadarkan kita oleh makna-makna tersirat di dalamnya. Bahwasanya tak ada yang abadi di dunia ini kecuali waktu. Karena kita sebagai makhluk tuhan akan kembali ke asalnya. Berdasarkan pendekatan stilistika didapat bahwa puisi tersebut mengandung gaya bahasa kiasan yang diantaranya simile dan metafora. Yang keduanya berusaha membandingan sesuatu hal secara lansung baik itu sama atau tidak. 2. Daftar Pustaka Keraf, dan Gaya Bahasa. Jakarta Gramedia.

TakAda Pesta yang Abadi; Puisi: Mengejar Cinta Abadi; Warna Fana Dunia; Menelisik Waktu Tidur yang Optimal; Bandung Heritage: Bagelen Abadi; Yang Fana adalah Waktu, Karya Sapardi Abadi . 19 Juli 2020 11:20 Diperbarui: 19 Juli 2020 12:25 1628 39 9 + Laporkan Konten. Laporkan Akun. Lihat foto
Return to Article Details Analisis Puisi “Yang Fana Adalah Waktu” Karya Sapardi Djoko Damono dengan pendekatan Stilistika Download Download PDF
Bertolakdari uraian di atas, maka dalam karya tulis ini penulis berusaha menganalisis dan mengulas ketidaklangsungan ekspresi puisi yang ada dalam puisi-puisi karya Taufik Ismail yang terangkum dalam antologi puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia.Alasan penulis memilih puisi-puisi karya Taufik Ismail sebagai bahan analisis adalah karena puisi Dokumentasi oleh Fauziah RamadhaniSiapa yang tak pernah membaca puisi?Kata puisi terdengar sangat akrab di kehidupan sehari-hari, terlebih lagi jika kamu adalah orang yang senang menggauli karya sastra. Bagi yang senang membaca puisi pasti akan dibuat terkagum-kagum dengan deretan kata-kata indah dengan syair penuh makna dari goresan pena sang pengarang. Tapi tahukah kalian apa itu puisi?Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang menyatukan kata dalam bahasa untuk menghidupkan imajinasi, ingatan kesan dan luapan perasaan. Untuk bisa mengekspresikan puisi kita harus mengkombinasikannya dengan suara dan kesempatan kali ini, saya akan sedikit mengulas pesan-pesan di dalam sebuah puisi berjudul Yang Fana Adalah Waktu karya seorang penyair kebanggaan Indonesia yang lahir pada tanggal 20 Maret 1940. Ya, Sapardi Djoko Damono atau yang sering disebut dengan singkatan SDD. Beliau merupakan seorang maestro sastra dengan banyak karya yang digemari semua kalangan. Pak Sapardi atau yang lebih akrab disapa Eyang Sapardi mendedikasikan kecintaannya pada sastra dengan mengajar di sejumlah tempat, termasuk Madiun, Solo, Universitas Diponegoro Semarang, Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Institut Kesenian Jakarta, dan sempat menjadi dekan dan guru besar. Namum pada bulan Juli 2020 lalu, Pak Sapardi menghembuskan napas terakhirnya pada usia 80 tahun. Kepergian penyair legendaris ini membawa kesedihan yang mendalam bagi para penikmat mengagumi karya-karya Pak Sapardi karena kekuatan majas dan diksi yang sederhana sekali. Karya-karya Pak Sapardi juga selalu menyihir benda mati menjadi hidup, bagi saya ini merupakan ciri khasnya. Dari banyaknya karya yang beliau ciptakan, puisi Yang Fana Adalah Waktu merupakan salah satu karya beliau yang paling menarik perhatian saya. Sebuah puisi dengan makna berupa kritik untuk fana adalah waktu. Kita abadimemungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” kali pertama membacanya, saya merasa tersindir sekaligus tersadarkan tentang satu hal. Di dunia ini tidak ada yang abadi. Pak Sapardi mengutarakan sindirannya dalam bentuk kata-kata yang sederhana dan elegan. Menurut saya, hal ini berkaitan dengan kalimat di dalam puisi tersebut, “Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa”. Terdengar seperti pertanyaan, bukan?Kalimat pertama dalam puisi ini begitu kuat seperti pernyataan. Namun nyatanya, puisi ini mengingatkan kita bahwa manusia sering lupa akan kodratnya sebagai makhluk yang fana. Pak Sapardi sengaja membalik kenyataan di kehidupan asli bahwa manusia itu fana dan yang abadi adalah waktu. Saya rasa, Pak Sapardi ingin mengingatkan kita jika waktu terus bergerak maka manusia akan semakin tua dan tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Manusia akan dikalahkan oleh waktu. Dalam konsep agama, yang mewajibkan manusia untuk tidak mengejar hal-hal berbau duniawi sangat cocok melengkapi makna puisi ini. Kata fana di dalam puisi ini jelas menggambarkan yang diambil dalam puisi ini adalah waktu. Manusia seringkali merasa dirinya bisa menaklukan apa saja dan membuang waktunya demi sesuatu yang fana. Sampai ketika waktu menunjukkan keabadiannya, manusia baru tersadar akan kesombongannya dalam menggunakan waktu. Secara gamblang kita paham bahwa semua manusia kelak akan meninggal, sedangkan waktu terus berjalan. Untuk itu, selagi belum mencapai batas waktu kita, gunakan detik demi detik dengan bijak agar tidak mempertanyakan apa guna hidup setelah membaca puisi Yang Fana Adalah WaktuBagi kalian yang membaca serta menghayati puisi ini mungkin akan tersentuh dan termenung. Karena ini bukan hanya rangkaian kalimat pendek, melainkan sebuah pengingat dari manusia untuk manusia lainnya. Melalui puisi ini, saya jadi belajar merefleksi diri sendiri untuk mengingat kembali apakah saya sudah menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. Pak Sapardi mampu menyampaikan pesan yang amat bijaksana dengan menggunakan sedikit pilihan kata, kemudian merangkainya secara singkat dan sederhana. Semoga pesan yang disampaikan Pak Sapardi lewat puisi ini selalu menjadi pengingat untuk kita, agar memanfaatkan waktu hidup sebaik mungkin dan tidak menjadi makhluk yang angkuh.

ANALISISWAKTU DAN BIAYA BERDASARKAN ANALISA PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PADA PROYEK PEMBANGUNAN KONSTRUKSI ABSTRAK Dalam pelaksanaan proyek kontruksi, seorang kontraktor perlu membuat suatu perencanaan dalam hal waktu dan biaya yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan kontruksi. Baik ataupun buruknya suatu perencanaan proyek kontruksi

Data-data mengenai Analisis Puisi Yang Fana Adalah Waktu. Analisi Puisi Kucing By Bonifacius Boni On Prezi Analisis Puisi Sajak Desember Puisi Sapardi Djoko Damono Pdf Pembacaan Heuristik Dan Hermeneutik Puisi Indonesia Modern Quote By Sapardi Djoko Damono Yang Fana Adalah Waktu Yang Fana Analisis Puisi Sajak Desember Yang Fana Adalah Waktu Kita Abadi Puisi Sapardi Djoko Damono Puisi Sapardi Djoko Damono Sapardi Dan Upaya Menuju Abadi Kompasid Yang Fana Adalah Waktu Nyasar Abadi Oleh Juli Prasetya Kompasianacom Analisis Puisi Jilid 2 Teaser Video Yang Fana Adalah Waktu Kita Abadi Time Is Transient analisis puisi yang fana adalah waktu Pengertian puisi adalah suatu karya sastra tertulis dimana isinya merupakan ungkapan perasaan seorang penyair dengan menggunakan bahasa yang bermakna semantis serta mengandung irama, rima, dan ritma dalam penyusunan larik dan baitnya. Beberapa ahli modern mendefinisikan puisi sebagai perwujudan imajinasi, curahan hati, dari seorang penyair yang mengajak orang lain ke dunianya’. Meskipun bentuknya singkat dan padat, umumnya orang lain kesulitan untuk menjelaskan makna puisi yang disampaikan dari setiap baitnya. Itulah informasi tentang analisis puisi yang fana adalah waktu yang dapat admin kumpulkan. Admin blog KT Puisi 2019 juga mengumpulkan gambar-gambar lainnya terkait analisis puisi yang fana adalah waktu dibawah ini. Bahasa Indonesia Smk Puisi Yang Fana Adalah Waktu Karya Sapardi Diksi Dalam Kumpulan Puisi Karya Sapardi Djoko Damono Tinjauan Pdf Sastra Arab Dan Disabilitas Pendekatan Ekspresif Terhadap Analisis Semiotik Makna Salat Dalam Puisi Ketika Engkau Analisis Puisi Jilid 2 Yang Fana Adalah Waktu Suara Kebebasan Yang Fana Adalah Waktu Nice Words Puisi Sajak Dan Kutipan Analisis Semiotik Makna Salat Dalam Puisi Ketika Engkau Analisis Puisi Bapak Baptisku Karya Paulus Bong Belajar Analisis Puisi Sajak Desember Itulah yang admin bisa dapat mengenai analisis puisi yang fana adalah waktu. Terima kasih telah berkunjung ke blog KT Puisi 2019. YangFana adalah WaktuKarya Sapardi Djoko DamonoYang fana adalah waktu. Kita abadi:memungut detik demi detik, merangkainya seperti bungasampai pada suatu har
ï»żApa itu puisi? Puisi adalah karya sastra yang memiliki aspek dan unsur yang membangun puisi. Pradopo 201013 mengatakan bahwa puisi sebagai karya sastra seni puitis, kata puitis sudah mengandung nilai keindahan yang khusus untuk puisi. Sifat puitis dari karya sastra puisi terletak pada pemunculan ketegangan-ketegangan dalam karya sastra. Kepuitisan itu dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan bentuk visual tipografi, susunan bait; dengan bunyi; persajakan, asonansi, alitrasi, kiasan bunyi, lambing rasa orchestra; dengan diksi. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai kritik yang ingin disampaikan dalam puisi “Yang Fana Adalah Waktu” karya Sapardi Djoko Damono. Beliau merupakan seorang pujangga Indonesia terkemuka, yang dikenal lewat berbagai puisi-puisinya, yang menggunakan kata-kata sederhana, sehingga beberapa di antaranya sangat popular. Penyair yang tersohor namanya di dalam maupun di luar negeri ini juga sempat mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Ia juga pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar serta menjadi redaktur pada majalah Horison, Basis, dan Kalam. Iklan Puisi “Yang Fana Adalah Waktu” ini dibuat pada tahun 1978. Dikutip dari buku antologi sajak Hujan Bulan Juni, berikut isi puisinya Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi. Makna berupa kritik kepada manusia terlihat jelas dalam karya Sapardi kali ini. Dalam puisi ini Sapardi sengaja membuat puisi dengan pemahaman yang sarkatik dengan cara membalikkan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang fana sedangkan waktu adalah sesuatu yang abadi. Sapardi ingin mengingatkan kepada manusia bahwa waktu terus berjalan dan seiring berjalannya waktu maka, manusia akan bertambah tua dan manusia sering kali telat menyadari bahwa mereka tidak menggunakan waktu mereka dengan baik. Pada bait pertama larik dua, tiga dan empat “memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa”. Memliki makna bahwa manusia terus-menerus mengejar hal yang tidak penting atau mengejar kesenangan yang instan sampai pada suatu hari mereka sadar bahwa apa yang mereka kejar tidak bermaanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Kesimpulannya Sapardi ingin memberitahukan kritik kepada manusia serta mengingatkan manusia agar selalu melakukan hal yang bermanfaat, jangan pernah membuang-buang waktu untuk hal yang tidak penting karena sebenarnya yang fana adalah manusia sedangkan waktu akan selalu abadi. Sumber Krismastuti, Fembriana. 2020. “Analisis Semiotik Terhadap Kumpulan Puisi Perahu Kertas Karya Sapardi Djoko Damono. Skripsi. Klaten Universitas Widya Dharma Ikuti tulisan menarik Izza Zahraniah lainnya di sini.
W5Op.
  • aaab9wc1y2.pages.dev/500
  • aaab9wc1y2.pages.dev/368
  • aaab9wc1y2.pages.dev/33
  • aaab9wc1y2.pages.dev/562
  • aaab9wc1y2.pages.dev/339
  • aaab9wc1y2.pages.dev/22
  • aaab9wc1y2.pages.dev/53
  • aaab9wc1y2.pages.dev/422
  • analisis puisi yang fana adalah waktu